Salikun.com – Kewajiban Berbuat Ihsan dan Contoh Konkret dari Nabi. Berikut penjelasan rinci dari hadits arbain nawawi nomer 17.

Syeikh Dieb al Bugha mengatakan bahwa hadits ini merupakan pondasi agama yang sangat penting. Terkandung didalamnya ajaran-ajaran Islam. Karena berbuat ihsan dalam perbuatan itu selaras dengan tuntunan syariat.[1]
عن أبي يعلى شداد بن أوسٍ رضي الله عنه
Dari Abi Ya’la Syaddad bin Aus radhiyallahu’anhu
Nama lengkap perawi hadits ini adalah Syaddad bin Aus bin Tsabit bin Mundzir Al-Anshati. Ia memiliki nama kunyah yaitu Abu Ya’la. Beliau adalah sahabat Nabi yang pernah ditugaskan oleh Umar bin Al-Khathab untuk menjadi gubernur wilayah Homs. Sahabat Ansor ini pernah hijrah dan merantau ke Palestina kemudian menetap disana.
Ia adalah sahabat nabi yang pandai dalam berpidato. Ia juga merupakan orang sholih yang sangat takut kepada Allah ta’ala. Pernah suatu malam, ia ingin tidur dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Namun matanya gelisah tak kunjung terpejam karena memikirkan sesuatu. Beliau mengatakan, “Ya Allah, api neraka telah membuatku tak bisa tidur malam.” Kemudian setelah itu ia mengambil air wudhu’ dan shalat tahajud sampai menjelang subuh.
Al Mufadhal Al Ghalabi pernah mengatakan, “Sahabat Anshar yang terkenal zuhud ada tiga orang, yaitu Abu Ad-Darda`, Umair bin Sa’id serta Syaddad bin Aus.”
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الله كتب الإحسان على كل شيءٍ
dari Rasulullah sallalhu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan atas segala sesuatu.”
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa berbuat ihsan (baik) itu adalah suatu kewajiban. Berlaku ihsan berarti juga melaksanakan seluruh perintah Allah dan RasulNya serta menjauhi hal yang dilarang. Sebab semua perintah Allah itu pasti baik dan penilaiannya di sisi Allah ta’ala.
Jika kita perhatikan perintah Nabi ini, bahwa beliau bersabda على كل شيءٍ (atas segala sesuatu) bukan في كل شيءٍ (dalam segala sesuatu). Ini berbeda karena jika memakai في maka perbuatan baik itu hanya untuk manusia saja, tetapi jika memakai على maka berlaku juga untuk seluruh makhluk hidup.
فإذا قتلتم فأحسنوا القِتْلة
jika kalian hendak membunuh (yang dibenarkan syariat) maka bunuhlah dengan cara yang baik,
Cara pembunuhan yang baik itu adalah dengan menajamkan pedang, mempercepat proses pembunuhan. Adapaun pembunuhan yang dibenarkan syariat adalah dengan melalui ibadah jihad, qishah dan hukuman had.
Membunuh dalam hadits ini juga bisa diartikan membunuh hewan-hewan yang tidak dimakan dagingnya sehingga memakai redaksi kata قتل adapun untuk pembunuhan terhadap hewan yang dimakan dagingnya diistilahkan dengan kalimat ذبح Larangan Membunuh dengan Mutilas dan Api
Jihad adalah ibadah mulia dalam rangka menegakkan kalimatullah. Tujuan mulia ini hendaknya jangan sampai dikotori dengan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan syariat. Salah satu yang menjadi adab jihad adalah dilarang memutilasi lawan. Oleh karenanya dalam shohih Bukhari dan juga dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Nabi sallahu’alaihiwasallam melarang berbuat mutilasi.
Bahkan dalam penggunaan senjata modern hari inipun kaum muslimin dilarang untuk menyakiti lawannya seperti sengaja membuat cacat mereka dan menyiksanya. Adab-adab dalam pertempuran ini begitu dijaga dan diperhatikan dalam Islam. Hal ini berbeda dengan kebijakan sebagian negara non Muslim yang memberlakukan cacat bagi musuhnya. Karena secara ekonomi, militer yang cacat akan lebih membebani negara dalam hal ekonomi dan psikologis.
Adapun Pelaksanaan qishash terbaik juga dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh dengan cara mutilasi anggota tubuh. Namun bagaimana jika pembunuh tersebut telah membunuh dengan cara mutilasi, maka apakah qishah mutilasi diperbolehkan ?
Maka dalam hal ini madzhab Malik, Syafi’i dan Ahmad –dalam pendapatnya yang terkenal- menyatakan bahwa ia harus dibunuh seperti ia membunuh, jadi qishoh mutilasi dibolehkan dalam kasus ini.
Hal ini didasarkan pada riwayat Al Bukhari dan Muslim bahwa ada seorang wanita sedang berjalan di kota Madinah. Lalu tiba-tiba orang Yahudi melemparnya dengan batu hingga wanita itu sekarat. Kemudian wanita itu dibawa dihadapan Nabi dan masih sadarkan diri. Rasulullah bertanya padanya, “Apakah si fulan (yahudi) itu yang hendak membunuhmu?” Perempuan itu memberi isyarat dengan mengangkat kepalanya. Rasulullah bertanya hingga tiga kali dan di pertanyaan ketiga muslimah ini menundukkan kepalanya. Kemudian Nabi sallallahu’alaihi wasallam memanggil orang Yahudi itu dan memukul kepalanya di antara dua batu sebagai bentuk qishas.
Sementara itu menurut pendapat Sufyan ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam Ahmad dalam satu riwayat menyatakan bahwa ia dilarang dibunuh mutilasi tetapi qishoh diberlakukan dengan pedang.
Selain itu juga dilarang untuk membunuh dengan membakar api. Dalam hadist riwayat Bukhari disebutkan, bahwa Nabi bersabda, “Janganlah engkau menyiksa dengan siksaan Allah ta’ala.” Larangan ini juga berlaku untuk binatang dan berlaku juga untuk membakar ikan sebelum ia mati dahulu. Begitu juga dengan menjadikan hewan sebagai sasaran latihan ketika ia masih hidup, akan tetapi hendaklah disembelih terlebih dahulu baru kemudian dijadikan sasaran latihan. Begitu menurut riwayat Ahmad dari hadits Abu Hurairah.
Daftar isi
- وإذا ذبحتم فأحسنوا الذِّبْحة
- أما السن فعظم وأما الظفر فمدى الحبشة
- ولْيُحِدَّ أحدُكم شفرته، ولْيُرِحْ ذبيحته
- وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
وإذا ذبحتم فأحسنوا الذِّبْحة
Dan jika kalian hendak menyembelih maka sembelihlah dengan baik.
Termasuk berbuat ihsan adalah menyembelih bintang dengan adab yang baik. Tidak menarik-narik telinganya dan menyembunyikan pisau dihadapannya. Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa Rasulullah salllahu’alaihiwasallam melewati seorang laki-laki menuntun kambing dengan cara menarik telinganya. Rasulullah kemudian bersabda, “Lepaskan telinganya, dan peganglah bagian depan lehernya (karena tempat menarik hewan adalah lehernya).”
Alat-alat yang bisa digunakan untuk menyembelih juga meliputi batu atau hal lain yang tajam. Dikecualikan dari ini adalah gigi, taring dan tulang.[2] Rosulullah bersabda
أما السن فعظم وأما الظفر فمدى الحبشة
“Adapun gigi itu termasuk tulang sementara taring itu adalah pisaunya orang Habasyah”
Diantara Adab-adab menyembelih lainnya adalah
- Niat penyembelihan hanya untuk Allah ta’ala
- Menyebut nama Allah di awal penyembelihan
- Menuntun hewan dengan lembut
- Menajamkan pisau
- Mempercepat penyembelihan hingga kematiannya dengna memutus urat lehernya
- Menyembunyikan pisau dari hadapan binatang
- Tidak menyembelih di depan binatang lainnya
ولْيُحِدَّ أحدُكم شفرته، ولْيُرِحْ ذبيحته
Hendaklah kalian tajamkan pisau dan janganlah membuat hewan sembelihan itu menderita.
Maksudnya menajamkan pisau adalah dengan diasah sehingga cepat membuat mati hewan dan tidak menyakitinya. Karena ayunan pertama untuk menyembelih hewan hingga mati lebih baik dan berpahala daripada ayunan kedua dari sembelihan hewan.
Halalnya Sembelihan Ahli Kitab
Dalam surat Al Maidah ayat 5 disebutkan
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
“Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu….” Al Maidah 5